top of page
  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram

Kesempatan Kedua bagi Si Pecundang dalam The Way Back

  • dedaibrahim
  • Sep 1, 2021
  • 4 min read

Jack Cunningham adalah pecundang. Tetapi, ia adalah pecundang yang beruntung. Suatu saat, keberuntungan kembali menghampirinya kembali. Dan ia nyaris membuang kesempatan tersebut kembali.





Ben Affleck kembali membintangi film berjudul The Way Back (2020). Ia memerankan tokoh utama yang bernama Jack Cunningham. Jack adalah seorang alkoholik dan mantan pecandu obat terlarang. Singkatnya, ia adalah seorang pecundang.


Meskipun begitu, Jack sebenarnya memiliki banyak keberuntungan dan kesempatan. Sayangnya, ia kerap memilih untuk membuang keberuntungan dan kesempatan tersebut. Ia seperti memilih menjadi pecundang. Ada beberapa alasan ia disebut begitu.


Pertama, Jack adalah mantan pemain basket, bintang lapangan berbakat dan legendaris di Bishop Hayes High School. Sayangnya, tawaran beasiswa penuh ke University of Kansas ditolaknya. Jack lebih memilih berhenti main basket.


Sebabnya adalah ia merasa ayahnya mengabaikan dirinya. Setelah Jack diketahui berbakat, ayahnya memperhatikannya. Dengan kata lain, Jack ingin menghukum ayahnya karena telah mengabaikan dirinya.


Selanjutnya, obat bius menjadi teman akrab Jack untuk mengobati kekecewaan Jack kepada ayahnya. Tapi, Jack beruntung: Angela (Javina Gavankar), saat itu kekasihnya, membantu Jack keluar dari kesengsaraan. Jack bersyukur, berbahagia, dan mereka menikah. Ini alasan kedua.


Alasan ketiga, dalam kehidupan pernikahannya, Jack kehilangan anak karena kanker. Bagai efek domino, ini menjadi awal dari serangkaian “kehilangan” bagi Jack: kehilangan istri, keluarga, mengisolasi diri dari ibu, adiknya dan keluarga adiknya.


Ada semacam pepatah dalam bahasa Inggris, a misery loves company, kesengsaraan menyukai kehadiran teman yang menemaninya, dan teman itu adalah Jack. Alkohol pun menjadi kompensasi bagi luka, kesedihan, dan amarah Jack. Harold’s Place adalah hideaway, tempat bagi Jack untuk membenamkan diri dalam kubangan alkohol. Setelahnya, Jack harus dipapah pulang ke rumahnya.


Alkohol untuk waktu senggang, waktu kerja (Jack bekerja sebagai pekerja konstruksi), persoalan berat, pengambilan keputusan—perhatikan bagaimana Jack menenggang berkaleng-kaleng bir dari kulkasnya saat ia harus mengambil keputusan—adalah kebiasaan Jack.


Meskipun begitu, Jack punya keberuntungan, yang mungkin tidak dimiliki oleh pecundang lain. Tiba-tiba, Pastur Devine (Jack Aylward), kepala sekolah Bishop Hayes High School—almamaternya, menawari Jack posisi pelatih basket (coach).


Devine ingin prestasi tim basket sekolahnya kembali terbang tinggi seperti di masa Jack dulu. Dengan memilih Jack sebagai pelatih, Devine yakin, timnya bisa berprestasi kembali. Bagi Jack, ini peluang besar untuk kembali menjadi seseorang yang berguna, tidak lagi berkubang dalam kesedihan. Peluang ini adalah alasan keempat.


Jack menerimanya, dengan berat hati serta keraguan dan kepercayaan diri yang rendah. Permasalahannya adalah apakah seseorang yang diri dan kehidupan pribadinya hancur berkeping-keping serta tidak tahu bagaimana memperbaiki diri, mampu mendongkrak prestasi suatu tim basket?





Narasi Film Berpusat pada Jack


The Way Back (2020), dibesut oleh Gavin O’Connor, adalah film bergenre drama olahraga. Film ini bukanlah film pertama O’Connor bergenre drama olahraga. Miracle (2004) dan Warrior (2011) adalah dua dari delapan film O’Connor yang bergenre drama olahraga. Menariknya, Miracle memiliki beberapa kemiripan dengan The Way Back.


Film Miracle bercerita tentang seorang pelatih hoki es, Herb Brooks (diperankan oleh Kurt Russel) yang menerima mandat dari Komite Olimpiade AS untuk mengalahkan tim Uni Soviet. Herb menganggap tugas tersebut sebagai tantangan, mengingat tim Uni Soviet adalah tim yang tidak terkalahkan.


Salah satu karakteristik cerita dari Miracle adalah plotnya berpusat pada karakter Herb. Karakter-karakter lain ada untuk menegaskan karakter tokoh Herb. Jika ada karakter yang disorot secara mendalam, itu dilakukan untuk mendukung karakter Herb.


Plot The Way Back juga memiliki ciri yang mirip. Jack adalah pusat cerita. Karakter lain menjadi penegas penokohan Jack. Misal, tokoh Marcus Parrish (Melvin Gregg) adalah pemain berbakat tanpa disiplin dan keras kepala. Kita tidak pernah tahu mengapa Marcus tidak memiliki disiplin dan menentang otoritas. Yang kita tahu adalah Jack seorang yang tegas dan berprinsip tetapi bisa berlapang dada untuk menerima Marcus kembali setelah ia meminta maaf.


Atau tokoh Brandon Wilson (Brandon Durret), yang bakatnya bersembunyi di balik karakternya yang penyendiri, pendiam dan introver, memikat Jack. Jack bahkan meluangkan waktu untuk mengenal Brandon lebih jauh: ia mengantarkan Brandon pulang ke rumah dan meyakinkan ayah Brandon, Russ, yang skeptis akan masa depan seorang pemain basket.


Di satu sisi, dengan meyakinkan Russ, Jack sedang menebus kesalahan masa lalunya: membuang kesempatan untuk berprestasi dan berkuliah. Di sisi lain, adegan-adegan tersebut mengilustrasikan karakter Jack, yang “bermata tajam” melihat bakat-bakat di timnya serta melunaknya hati Jack yang keras.


Happy Ending?


Dalam opini saya, Ben Affleck tampil cukup meyakinkan sebagai Jack yang pecundang alkoholik. Ben sendiri memiliki pengalaman hidup sebagai alkoholik. Ini seperti memerankan dirinya sendiri. Karenanya, ia tahu bagaimana menjadi seorang pecandu alkohol tanpa harus berlebihan.


Bagaimanapun, saya tidak terlalu terkesan dengan adegan-adegan pertandingan yang kurang berliku sebagai perjalanan sekolah Bishop Hayes dalam mencapai sukses. Tapi, itu risiko dari plot cerita yang berfokus pada satu karakter: Jack.


Hal lain yang menarik dari The Way Back adalah bagaimana film ini mengisahkan ending-nya. The Way Back memilih tidak memiliki happy ending yang umum dalam film bergenre drama olahraga—pemain bersorak, berteriak, berloncatan, dan saling merangkul. Pelatih dengan bangga mendatangi dan memeluk para pemain, bergembira dan tertawa bersama.


The Way Back tidak memiliki itu. Film ini memilih ending yang sepi. Jack bermain bola basket sendiri di rehabilitasi, sementara tim yang dilatihnya, di kejauhan sana, tampil prima—berkatnya. Hanya suara komentator secara off-screen menemani kesendirian Jack. Sebagaimana prestasi Jack di sekolah menengah yang monumental itu adalah masa lalu, prestasi Jack yang monumental dalam melatih timnya saat ini telah menjadi masa lalu.


“Kita tidak dapat mengubah masa lalu, Jack,” ucap psikiaternya kepada Jack saat rehabilitasi diri. “Apa yang dapat kita lakukan adalah memilih bagaimana kita melangkah ke depan.”


Jack berdamai dengan masa lalu: ia telah memaafkan dirinya, ia meminta maaf kepada istrinya dan asisten pelatihnya, Dan (Al Madrigal). Jack membawa timnya ke puncak kejayaan. Alkohol dijauhi oleh Jack. Ia kembali merangkul ibu dan keluarga saudara perempuannya. Jack tidak lagi pecundang.


Ending yang mengambang dan tidak ditentukan bagaimana berikutnya oleh pembuat naskah The Way Back ini seakan menyimbolkan masa depan yang tidak pasti yang akan dan harus dipilih oleh Jack. Ending puitis seperti ini, bagi saya, sudah cukup untuk suatu ending yang disebut sebagai happy ending. []


The Way Back (2020)

Sutradara: Gavin O’Connor / Produser: Gordon Gray, Jennifer Todd, Gavin O'Connor, Ravi Mehta / Naskah: Brad Ingelsby / Pemeran: Ben Affleck, Al Madrigal, Michaela Watkins, Janina Gavankar, Brandon Durret, Melvin Gregg / Durasi: 108 menit.



Sumber gambar: wikipedia

 
 
 

Comments


About Me

Deda Ibrahim.jpeg

Saya Deda Ibrahim dan situs ini adalah ruang opini tentang film, ulas film, dan esai-esai tentang film. 

Film adalah teks terbuka terhadap pelbagai pemahaman dan tafsir. Untuk itu, situs ini ada.

Posts Archive

Tags

HAVE I MISSED ANYTHING GOOD LATELY?
LET ME KNOW

Thanks for submitting!

© 2023 by On My Screen. Proudly created with Wix.com

bottom of page